Rabu, 17 Mei 2017

Sejarah Asal Usul Sepeda Motor Masuk di Indonesia

Sejarah Asal Usul Sepeda Motor Masuk di Indonesia - Sepeda motor kini mungkin menjadi salah satu alat trasportasi yang banyak diminati di dunia khususnya di Indonesia. Coba kau perhatikan di jalanan, begitu banyak sepeda motor yang melintasi ketika lampu merah sedang menyala.

Untuk itu mimin websejarah akan menguak sejarah mengenai sepeda motor masuk di Indonesia. Sepeda motor di Indonesia pertama kali dimiliki oleh seorang berkebangsaan Inggris berjulukan John C. Potter pada tahun 1893.    Sehari-hari  J.C. Potter bekerja sebagai Masinis Pertama di pabrik gula Oemboel (baca: Umbul) Probolinggo, Jawa Timur.   J.C. Potter juga dikenal sebagai penjual kendaraan beroda empat yang mendapat kepercayaan Sunan Solo untuk mengurusi pengiriman kendaraan beroda empat pertamanya dari Eropa.

Dalam buku Krèta Sètan (de duivelswagen) dikisahkan bagaimana John C. Potter memesan sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman.

Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum kendaraan beroda empat pertama milik Sunan Solo (merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia.  Hal itu mengakibatkan J.C. Potter sebagai orang pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor.   Selain itu, ada hal yang menarik apabila kita mengamati tahun kedatangan sepeda motor tersebut.

Untuk diketahui, sepeda motor pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885 oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach tetapi belum dijual untuk umum.   Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman.  Sepeda motor ini pertama kali masuk ke Amerika Serikat pada tahun 1895 ketika seorang pemain sirkus asal Perancis membawanya ke New York.   Jadi, meski yang membawanya bukan orang pribumi Indonesia, tetapi sebuah hal yang luar biasa ketika sepeda motor komersial pertama di dunia ternyata eksklusif dikirim ke Indonesia pada tahun pertama pembuatannya.   Terlebih lagi, gres dua tahun kemudian sepeda motor komersial pertama tersebut masuk Amerika Serikat.   Jadi, sepeda motor yang pertama kali masuk Indonesia merupakan sepeda motor pertama di dunia juga.

Sepeda motor ini tidak menggunakan rantai dan roda belakang digerakkan eksklusif oleh kruk as (crankshaft).   Meski berusia ratusan tahun, ternyata motor komersial pertama di dunia ini sudah mengusung teknologi yang hingga ketika ini masih dipakai diantaranya yakni twin-silinder horizontal, 4 valve, berpendingin air, dan berkapasitas mesin besar yaitu 1.500 cc dengan materi bakar bensin atau nafta.  Namun, meski bermesin besar tetapi tenaga kuda yang dihasilkan hanya 2,5HP saja pada 240rpm.  Selain itu, sepeda motor ini belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel listrik.   Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan mesinnya.   Pada tahun 1932, sepeda motor ini ditemukan dalam keadaan rusak di garasi di kediaman John C Potter.   Sepeda motor itu teronggok selama 40 tahun di pojokan garasi dalam keadaan tidak terawat dan berkarat.   Atas pertolongan montir-montir marinir di Surabaya, sepeda motor milik John C Potter itu direstorasi (diperbaiki menyerupai semula) dan disimpan di kantor redaksi mingguan De Motor.   Kemudian sepeda motor antik itu diboyong ke Museum Lalu Lintas (Museum Polisi) di Surabaya yang kemudian pada tahun 1934 disumbangkan ke Museum Negeri Mpu Tantular di Sidoarjo dengan nomer inventaris 10.81 kategori IPTEK namun menawarkan deskripsi yang berbeda, yaitu sebagai sepeda motor uap merk Daimler.   

Pada 1899, di negeri ini juga sudah hadir sepeda motor listrik beroda tiga yang menggunakan tenaga baterai, yang berjulukan De Dion Bouton Tricycle buatan Perancis.  Sepeda motor listrik beroda tiga itu juga digunakan untuk menarik wagon penumpang.   Sepeda motor De Dion Bouton cukup terkenal di masanya.Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia.   Mesin Minerva ketika itu juga dipesan dan digunakan pada merk motor lain  sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya yakni Ariel Motorcycles di Inggris.

Pada 1906, Administratur Bantool (Bantul) di Yogyakarta juga terlihat mempunyai sepeda motor dan beberapa buah mobil.   Pada masa itu, memang hanya orang Belanda dan Inggris serta disusul pribumi darah biru yang mempunyai kemampuan membeli sepeda motor pada masa-masa awal.   Seiring dengan pertambahan jumlah mobil, jumlah sepeda motor pun terus bertambah.  Lahirlah klub-klub touring sepeda motor, yang anggotanya yakni pengusaha perkebunan dan petinggi pabrik gula.   Berbagai merek sepeda motor dijual di negeri ini, mulai dari Reading Standard, Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson, hingga Norton. Merek-merek sepeda motor yang hadir di negeri ini dapat dilihat dari iklan-iklan sepeda motor yang dimuat di surat kabar pada kurun waktu dari tahun 1916 – 1926.  R.S Stockvis & Zonnen Ltd merupakan salah satu perusahaan yang tercatat menyediakan suku-suku cadang motor dan kendaraan beroda empat (juga mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika).   


Tour de Java

Pengendara kendaraan beroda empat di Indonesia masa itu ternyata tidak lepas dari gelegak kompetisi menyerupai pengendara di luar negeri.   Mereka acap kali membuat catatan rekor perjalanan dan jalur yang dianggap umum ketika itu yakni Batavia -  Soerabaja.   Tidak mau kalah dengan pengendara mobil, pengendara sepeda motor pun berupaya membukukan rekor perjalanan lintas Jawa dari Batavia (Jakarta) hingga Soerabaja (Surabaya) yang berjarak sekitar 850 kilometer. Namun, tidak menyerupai rute kendaraan beroda empat yang dicatat secara rinci dalam sumber sejarah, rute sepeda motor agak umum.  Hanya disebutkan dari Batavia kearah Bandung, Semarang, Blora, Tjepu, menuju Soerabaja..

Tanggal 7 Mei 1917, Gerrit de Raadt dengan mengendarai sepeda motor Reading Standard membukukan rekor perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dalam waktu 20 jam dan 45 menit.

Sepuluh hari setelahnya, 16 Mei 1917, Frits Sluijmers dan Wim Wygchel yang secara bergantian mengendarai sepeda motor Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan Gerrit de Raadt.  Mereka mencatat waktu 20 jam dan 24 menit, dengan kecepatan rata-rata 42 kilometer per jam.   

Rekor itu tidak bertahan lama. Sembilan hari sesudahnya, 24 Mei 1917, Goddy Younge dengan sepeda motor Harley Davidson membukukan rekor gres dengan catatan waktu 17 jam dan 37 menit, dengan kecepatan rata-rata 48 kilometer per jam.

Rekor itu sempat bertahan selama lima bulan sebelum dipecahkan oleh Barend ten Dam yang mengendarai sepeda motor Indian dalam waktu 15 jam dan 37 menit pada tanggal 18 September 1917, dengan kecepatan rata-rata 52 kilometer per jam.

Melihat rekornya dipecahkan oleh Barend ten Dam, enam hari sesudahnya, 24 September 1917, Goddy Younge yang berasal dari Semarang kembali mengukir rekor gres dengan catatan waktu 14 jam dan 11 menit, dan kecepatan sepeda motor Harley Davidson yang dikendarainya rata-rata 60 kilometer per jam.   

Gerrit de Raadt yang pertama kali membuat rekor 20 jam 45 menit kemudian memperbaiki rekor terakhirnya dengan sepeda motor Rudge pada 18 Agustus 1932 dengan catatan waktu 10 jam 1 menit atau tidak lebih dari setengah waktu rekor pertamanya.   Saat inipun, menempuh Jakarta – Surabaya dalam waktu 10 jam mengendarai motor merupakan pencapaian yang tidak mudah.   Sejak tahun 1934, rute Batavia-Soerabaja tidak lagi hanya melalui Bandung yang jaraknya 845 kilometer, tetapi juga melalui jalur utara (lewat Pamanukan) yang jaraknya lebih pendek 45 kilometer.

Pada tahun 1950, ribuan motor BMW masuk ke Indonesia dengan dua cara, yaitu lewat jalur pemerintah (hanya perwira yang diizinkan) dan lewat jalur swasta dengan membangun daerah pekan raya dan pemesanan.   Di Bandung ketika itu ada dua, yaitu NV Spemotri yang gedungnya ketika ini menjadi Bank Niaga di Dago, dan CV Dennbarr di Simpang Lima Bandung.   Yang paling banyak masuk Indonesia yakni BMW satu silinder 249 cc, yaitu R25, R26, dan R27.    BMW menjadi semacam kendaraan resmi pembuka jalan program kenegaraan menyerupai ketika mengawal masuknya bendera Merah Putih ke Bandung tanggal 28 September 1961.   Varian langka BMW R51/2 500 cc keluaran 1952 diyakini hanya ada dua di Indonesia.  Pada awal tahun 1960-an, skuter Vespa masuk Indonesia disusul dengan skuter Lambretta pada tamat tahun 1960-an.  Pada masa itu, masuk pula sepeda motor asal Jepang, Honda, Suzuki, Yamaha, dan belakangan juga Kawasaki.   Pada akhirnya, bagaimanapun, menyerupai juga terjadi di seluruh dunia, motor (mobil) Jepang jadinya merajai pasar otomotif dunia.

Referensi:
http://motorlama.com/sejarah-sepeda-motor-di-indonesia.php
http://www.engineeringtown.com/kids/index.php/penemuan/105-sejarah-ditemukannya-sepeda-motor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar