Minggu, 02 Juli 2017

Sejarah Asal Usul Lambang Negara Indonesia GARUDA PANCASILA

negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk mirip jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.

Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.

Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di banyak sekali candi kuno di Indonesia, mirip Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya.

Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa tuhan burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin yaitu arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.

Garuda muncul dalam banyak sekali kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak dongeng Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin.Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda j uga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta.

Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki badan dan lengan manusia.Biasanya digambarkan dalam tabrakan yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam episode pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia semenjak zaman kuna telah mengakibatkan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.

Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengesahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi tawaran rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melakukan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melakukan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR yaitu rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak sebab menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula yaitu pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, sebab adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan pundak insan yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila.
Disingkat Garuda Pancasila.

Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II kesudahannya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul mirip bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul sebab kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari materi perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah sampai kini.

Deskripsi dan Arti Filosofi 
GARUDA 
  • Garuda Pancasila sendiri yaitu burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang mirip burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia yaitu bangsa yang besar dan negara yang kuat.
  • Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
  • Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
  • Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:

  1. 17 helai bulu pada masing-masing sayap
  2. 8 helai bulu pada ekor
  3. 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
  4. 45 helai bulu di leher

 PERISAI
  1. Perisai yaitu tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai potongan senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan santunan diri untuk mencapai tujuan.
  2. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
  3. Warna dasar pada ruang perisai yaitu warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada potongan tengahnya berwarna dasar hitam.
  4. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai yaitu sebagai berikut:

  • Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di potongan tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam;
  • Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di potongan kiri bawah perisai berlatar merah;
  • Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di potongan kiri atas perisai berlatar putih;
  • Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di potongan kanan atas perisai berlatar merah ; dan
  • Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di potongan kanan bawah perisai berlatar putih.

 PITA BERTULISKAN SEMBOYAN BHINEKA TUNGGAL IKA
  1. Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
  2. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap yaitu satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia yaitu satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

BEBERAPA ATURAN
Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 wacana Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
  1. warna merah di potongan kanan atas dan kiri bawah perisai;
  2. warna putih di potongan kiri atas dan kanan bawah perisai;
  3. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
  4. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
  5. warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Lambang Negara wajib digunakan di:
  1. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
  2. luar gedung atau kantor;
  3. lembaran negara, suplemen lembaran negara, isu negara, dan suplemen isu negara;
  4. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
  5. uang logam dan uang kertas; atau
  6. meterai.

Dalam hal Lambang Negara ditempatkan gotong royong dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
  1. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
  2. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.

Setiap orang dilarang:
  1. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
  2. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
  3. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau mirip Lambang Negara; dan
  4. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.


Referensi;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar