Sejarah Manusia Pertama Di Dunia - Kamu pasti bertanya-tanya gotong royong dari mana asal ajakan dari insan itu tercipta ada beberapa versi yang beredar asal ajakan insan di dunia.
Veris Pertama
Perdebatan akan asal-usul insan atau bahkan kehidupan makhluk hidup di muka bumi ini masih menjadi tanda tanya besar dan diskusi panjang yang tiada habisnya. Beberapa teori ilmiah telah mencoba untuk menjawab itu semua. Akan tetapi terus mengalami keraguan dan kesangsian setelah diuji seiring perubahan waktu yang menjadikannya tidak dapat diterima lagi. Salah satunya yaitu teori evolusi yang ditelorkan oleh Darwin. Konsep kehidupan yang, menurutnya, berawal dari satu spesies hingga memunculkan beragam makluk hidup menyerupai sekarang ini. Termasuk adanya insan sebagai makluk yang paling cerdik.
Disisi lain, sejarah penciptaan manusia gotong royong telah melegenda. Berawal dari satu insan laki-laki dan satu insan perempuan yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana diinfomasikan oleh keyakinan agama-agama besar (Yahudi, Kristen dan Islam). Hingga pada masa ini telah melahirkan (memunculkan) lebih dari 6 miliar manusia. Tersebar di segala penjuru dunia. Dari dongeng ini, banyak insan yang percaya begitu saja, walaupun memang ada hal-hal yang sedikit tidak masuk akal. Penjelasan singkat dan ringkas yang dianggap cukup dan tidak adanya kekritisan umat dalam beragama.
Diantaranya ialah bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka jadilah Adam insan cukup umur yang hidup seketika itu juga. Selanjutnya di tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya – Hawa. Caranya, Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam itulah kemudian tercipta Hawa sebagai insan cukup umur yang hidup.
Tak heran, dongeng akan hal itu semua bertebaran dengan sangat bebas dan beragama. Mulai dari yang bersifat doktrin, tafsir, dongeng, legenda hingga pada penelusuran yang bersifat ilmiah. Dibandingkan dengan aneka macam makhluk lainnya, insan memang sangat istimewa. Manusia yang benar-benar menjadi bintang film utama dalam kehidupan di jagat raya ini. Pemimpin kolektif atas segala kemudahan kehidupan yang telah tersedia secara absurd di planet yang sangat istimewa pula ini.
Dalam serial diskusi tasawwuf modern kali ini, Agus Mustafa kembali mengahadirkan buku yang sangat (selalu) kontrovesial. Tidak main-main, dia memperlihatkan nama judul bukunya dengan “Ternyata Adam Dilahirkan”. Menjadikan simpang siur pemahaman ihwal penciptaan Adam meskipun sama-sama bersumber pada Al-Qur’an (kita suci umat Islam). Menurut penulis buku ini, kebanyakan umat Islam tidak mengambil ayat-ayat Al-Qur’an secara utuh dan holistik yang karenanya memunculkan pemahaman yang sepotong-potong.
Pembahasan di dalam buku ini, Agus Mustafa, mengajak seluruh pembaca untuk kembali membuka tirai gelap proses penciptaan Adam dan Hawa yang juga tertuang dalam Al-Qur’an. Dengan cita-cita tidak bersikap apriori terlebih dahulu terhadap sudut pandang gres (”negatif”) dalam memahami hal ini. Pemahaman akan Al-Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan lagi seraya dibuktikan pula dengan penemuan-penemuan ilmiah termuktahir yang selama ini justru diperoleh oleh ilmuwan-ilmuwan non-muslim.
Tidak dapat terelakkan lagi memang, perdebatan sengit seputar asal-usul kehidupan makhluk hidup tidak akan pernah padam sepanjang sejarah insan masih terus berlangsung. Akan tetapi setidaknya akan terus hanya terdapat dua kelompok besar dalam hal ini. Pertama yaitu kelompok agamawan dan yang kedua yaitu kelompok ilmuwan. Pada masing-masing kelompok juga tentunya terbagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Dikalangan umat Islam sendiri misalnya, juga masih belum ada janji ihwal hal ini. Secara umum, kebanyakan umat Islam memiliki pandangan bahwa Tuhan menciptakan insan pertama dari tanah dengan mengucapkan “kun“. Maka seketika itu pula terciptalah Adam. Sedangkan Hawa (istrinya) diciptakan dari tulang rusuk dari dirinya yang kemudian diucapkan pula oleh Tuhan “kun“.
Padahal, hasil penelusuran penulis buku ini, Al-Qur’an tidak pernah menyebut bahwa Adam sebagai insan pertama dan Hawa insan kedua yang diciptakan setelah Adam. Banyak ayat dalam Al-Qur’an jutsru memberi indikasi besar lengan berkuasa bahwa Adam dan Hawa yaitu salah satu dari sekian banyak species insan yang telah ada pada waktu itu. Misalnya dalam QS. Al-A’Raaf (7) ayat 10-11. begitu pula dalam QS. Ali Imran (3) ayat 33 dan masih banyak lagi dalam beberapa ayat-ayat lainnya.
Dari sini, sesungguhnya para pembaca kembali digugah kekritisannya dan juga dituntut untuk terus mendiskusikan akan asal ajakan pencipataan insan sebagaimana Al-Qur’an telah memperlihatkan “sinyal-sinyal” yang tentunya menjadikan penasaran berat. Dan yang menarik, perkembangan ilmu pengetahuan insan semakin lama semakin mendekati “tirai pembatas” kaburnya sejarah insan itu sendiri.
Sebagaimana sejarah penciptaan insan sendiri ternyata telah terekam dalam DNA sebagai penyusun genetikanya. Dari sanalah misteri penciptaan “manusia pertama” akan mulai terbongkar kembali. Dengan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak ada keranguan didalamnya serta santunan hasil penelitian ilmiah termuktahir, insan bakal bertemu dengan sebuah surprise ihwal sejarah “drama superkolosal” di planet biru ini.
Versi Kedua
Catatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen OppenheimerPara andal sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara yaitu daerah ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, peradaban Asia Tenggara mampu maju dan berkembang karena imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju menyerupai Cina, India, Mesir, dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya insan yang pada mulanya menghuni daerah yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi.Gagasan diaspora insan dari daerah Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di kiamat es (Last Glacial Maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada dikala itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang. Kepulauan Indonesia episode barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah daerah daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.
Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir besar. Penelitian oseanografi membuktikan bahwa di Bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir yang terakhir yaitu peristiwa yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan asalnya. Banjir tersebut menimbulkan tenggelamnya sebagian besar daerah Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.
Oppenheimer mengemukakan bahwa dikala itu, daerah Paparan Sunda telah dihuni oleh insan dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan dongeng banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer info antar generasi insan ihwal peristiwa mahadahsyat tersebut.
Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum hingga ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.
Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan cukup umur ini yaitu keturunan dari para penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian daerah tersebut. Dengan kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran insan di dunia berasal dari daerah ini.
Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa ihwal adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.
Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar yaitu abjad yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang tak lain yaitu abjad yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia renta mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.
Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di daerah Asia Timur dan Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di daerah ini juga mengemukakan bahwa insan pertama di buat dari tanah lempung yang berwarna merah.
Atas dasar aneka macam hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda. Berbicara ihwal Hipotesis Oppenheimer ini, aku juga jadi teringat salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelasmenyebut bahwa Eden ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.
ConversionConversion EmoticonEmoticon